Powered By Blogger

Kamis, 22 September 2011

Siapakah Sutradara di balik kasus Nazaruddin?
oleh:
M.Nasiruddin A.Eddilangga
Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Politik
Universitas Trunojoyo Madura


Episode baru adegan korupsi di Indonesia kini muncul., kemunculan ini tak sekedar menunjukkan bahwa korupsi itu masih ada melainkan justru menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia adalah rangkaian dari adegan hina yang tak akan pernah sirna. Setelah cukup lama media masa sibuk mengekspose para whistleblower yang di penjarakan akibat sejumlah skandal seperti pembunuhan dan penganiayaan, kini mega ekspose ditujukan kepada episode baru korupsi.
ya, episode korupsi kali ini adalah episode yang harus mendapat rating bagus dari pengamat. Episode korupsi kali ini bukanlah menyeret aktor-aktor gurem dari pihak partai luar, akan tetapi mengganyang keras pihak lingkaran istana. Kasus suap Wisma Atlet Sea Games rupanya menjadi peluang gemuk untuk menampar mundur pihak istana yang sepanjang tahun ini masih saja memproduksi propaganda keberhasilan melalui statistik. Kasus suap Sea Games melibatkan begitu banyak aktor dan aktris dari pihak lingkaran penguasa. Tak tanggung-tanggung, kasus suap Sea Games berpotensi menyeret sejumlah orang ternama, sekaligus merubah konfigurasi pemilu 2014 mendatang.

Bermula dari penangkapan Sekjen Kemenpora, Wafid Muharram, kasus suap Sea Games menyeret sejumlah petinggi partai Demokrat diantaranya tertuduh sebagai aktor utama Nazaruddin hingga element penting lain seperti Angelina Sondakh, Mirwan Amir, hingga sang ‘komandan terbatas’ partai Anas Urbaningrum. Kasus ini semakin menarik ketika Nazaruddin yang merupakan mantan bendahara umum partai pemenang pemilu 2009 itu kabur ke luar negeri. Puncaknya ketika Nazar bernyanyi merdu mengeluarkan syair-syair kontroversial yang menyebutkan bahwa di tubuh partainya dihingapi koruptor. Bahkan kasus Nazar lebih dramatis dari pada sinetron ketika ia dibekuk kepolisian Cartagena Kolombia. Untuk pertama kalinya seorang anggota DPR RI di cekal seperti teroris di luar negeri yang sekaligus menampar muka negeri ini.

Bukanlah seorang Nazaruddin jika ia tidak banyak ulah. Setelah jutaan orang menunggu kedatangannya dari Kolombia, Nazaruddin tak henti-hentinya mengeluarkan aksi kontroversial yang sekaligus menempatkan dirinya sebagai tersangka koruptor yang sangat licin dalam menciptakan isu pemberitaan. Mulai dari aksi pembungkaman, Ingin dipindahkan daro Mako Brimob, hingga aksi konyol ingin meminta perlindungan Dewan HAM PBB di Swiss. Ada apa dengan semua ini? mengapa kasus ini berlarut-larut dan seakan banyak adegan terstruktur didalamnya?. Semakin berlarut-larut masalah ini akan semakin kabur bagi publik harus mempercayai siapa. Apakah percaya syair-syair nazar dengan segala tingkah-ulahnya di balik penjara, atau bahkan berbalik mendukung Pemerintah karena terlalu banyak drama yang dipertontonkan Nazar bersama tim kuasa hukumnya. Ini benar-benar mega skandal yang tidak mungkin tanpa disutradari oleh seseorang yang expert. Siapakah yang menjadi Sutradara handal dalam mega skandal korupsi kali ini?

Dari begitu banyak dugaan sang sutradara, setidaknya ada 2 pihak yang terindikasikan menjadi sutradara kasus nazar ini. Pertama adalah pihak luar partai Demokrat. Pihak luar ini bisa lawan politik di pemilu 2014 mendatang, artinya ada sejumlah aktor intektual dari partai lain yang ingin menghancurkan Partai Demokrat. Sepertinya ada yang tidak rela jika sebuah partai yang dulunya gurem tiba-tiba menjadi raksasa. Orang dari partai lain itulah yang menyiapkan semua ini, ‘menyetir’ Nazar agar ia membunuh partainya sendiri. Aktor intelektual itu sudah jauh-jauh hari menyiapkan rencana matang agar Nazar membuat pemberitaan kasus ini menjadi booming dan lama. Sebab semakin massive pemberitaan tentang Nazaruddin, semakin hancur pula citra partai Demokrat di mata publik. Keuntungan bagi sutradara ini adalah Partai Demokrat bisa saja tergelincir dalam pemilu mendatang dan (jika mencalonkan) keluarga Presiden SBY kurang mendapat kepercayaan dari publik. Lantas mengapa Nazar dapat di setir oleh Sutradara ini? tentu banyak motifnya mulai dari motif pribadi, ekonomi, transaksi politik lain yang menggiurkan, atau ekstimnya adalah adanya ancaman terhadap nasib dia dan keluarganya. Nazar pernah mengirim surat kepada Presiden bahwa ia rela dipenjara sendirian asal istri dan anaknya tidak diganggu. Nah, ini bisa saja karena justru adanya ancaman dari sang sutradara asal partai lain itu agar Nazar dapat dijadikan ‘boneka’ untuk menghancurkan partainya agar tak berjaya di tahun 2014 mendatang.

Pihak lain yang diduga menjadi sutradara dalama kasus ini adalah justru dari pihak internal Partai Demokrat sendiri. Sedikit tidak rasional memang, tapi kita harus berpegang pada kata-kata klasik bahwa tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Toh kita juga masih ingat bahwa Surya Paloh yang dulu menggebu-nggebu ingin jadi Ketum Golkar, tapi sekarang melakukan perselingkuhan politik dengan menciptakan keluarga baru bernama NASDEM. Pada Partai Demokrat sendiri tentu ada faksi-faksi. Dalam Faksi ini tidak bisa dipungkiri ada yang tidak senang dengan terpilihnya Anas Urbaningrum. Maka sah jika ada tuduhan bahwa orang Demokrat yang tidak suka dengan terpilihnya Anas itulah yang mendesain semua ini. Saat ini bisa saja orang itu tertawa dan berharap durian runtuh. Sebab, jika Anas tersandung maka tentu akan ada KLB yang membuka peluang dari pimpinan faksi itu untuk menduduki pucuk komando Partai yang berulang tahun setiap hari kelahiran Presiden SBY ini. Pertanyaan yang sama ialah mengapa Nazar mampu disetir oleh orang dalam demokrat tersebut? asalannya tentu masih sama karena faktor bargaining position, tawaran kedudukan, hingga nasib keluarganya.

Kasus ini sudah terlanjur menguap lama ke publik karena gencarnya pemberitaan media massa (Walaupun pemberitaan Nazar ini akan berpengaruh positif pada bos televisi tertentu). Kini Nazar semakin banyak polah dalam mengisi pemberitaan media. Ada saja ulahnya seakan ia adalah orang yang dapat menentukan nasib negara sebesar Indonesia. Tak bisa dipungkiri pula bahwa media massa nasional sedikit ‘kurang cerdas’ dalam mengekspose kasus ini sehingga media dan publik bisa dipermainkan Nazar. Kalau ucapan dia benar maka kepercayaan kita pada pemerintah hangus, tapi jika dia berbohong maka kita berdosa besar kepada keadilan dan presumption of innocent. Maka sebagai seorang cerdas kita seharunya mempunyai posisi sikap yang netral dalam kasus ini. Artinya, sebelum meja hijau digelar dan bukti-bukti benar adanya, maka kita tidak boleh 100% percaya kepada Nazar dan men-judge pihak-pihak yang disebutkan itu memang bersalah. Kita tidak tahu mana yang benar dan mana yang menyembuniykan belut busuk. Sebagai konsumen informasi kita memang berhak menduga-duga mana yang salah. Tapi dalam proses itu haruslah dikemas dalam sikap yang wajar dan tidak terlalu ‘sok rvolusioner’. Sudah terlalu banyak pahlawan kesiangan di negeri ini. Kita harus cerdas dan tidak perlu menjadi boneka kepentingan politik. Kita hanyalah ‘penonton’, dan bukanlah ‘budak digital’di era media ini.
Tugas Laporan Bacaan ke-3 Mata Kuliah Ekonomi Politik Media Massa
Komodifikasi
Oleh: Edin Bonaparte

Komodifikasi merupakan istilah baru yang mulai muncul dan dikenal oleh para ilmuwan sosial. Komodifikasi mendeskripsikan cara kapitalisme melancarkan tujuannya dengan mengakumulasi kapital, atau, menyadari transformasi nilai guna menjadi nilai tukar. Komoditas dan komodifikasi adalah dua hal yang memiliki hubungan objek dan proses, dan menjadi salah satu indikator kapitalisme global yang kini tengah terjadi. Dalam ekonomi politik media komodifikasi adalah salah satu bentuk penguasaan media selain strukturasi dan spasialisasi.

Komodifikasi menurut Vincent Mosco digambarkan sebagai cara kapitalisme dengan membawa akumulasi tujuan kapitalnya atau mudahnya dapat digambarkan sebagai sebuah perubahan nilai fungsi atau guna menjadi sebuah nilai tukar. Dan sekarang ini telah sangat banyak sekali bentuk komodifikasi yang muncul dalam perkembangan kehidupan manusia. Karena mulai banyak juga yang dijadikan komoditas oleh manusia

Dan sekarang apa kaitannya komodifikasi dan komunikasi, dapat digambarkan dari dua dimensi hubungan. Yang pertama adalah proses komunikasi dan terknologinya memiliki kontribusi terhadap proses umum komodifikasi secara keseluruhan. Kedua adalah proses komodifikasi yang terjadi dalam masyarakat secara keseluruhan menekan proses komunikasi dan institusinya, jadi perbaikan dan bantahan dalam proses komodifikasi sosial mempengaruhi komunikasi sebagai praktik sosial.

Proses komodifikasi erat kaiannya dengan produks, sedangkan proses produksi erat dengan fungsi atau guna pekerjanya, pekerja telah menjadi komoditas dan telah dikomodifikasikan oleh pemilik modal. Yaitu dengan mengeskploitasi mereka dalam pekerjaannya. Hal ini hanya satu bagian saja dari proses produksi. Maka dari itu komodifikasi tak lain juga sebuah bentuk komersialisasi segala bentuk nilai dari dan buatan manusia.
Bentuk Komoditas dalam Komunikasi Bentuk pertama yang tentu kita kenali adalah:

komodifikasi content atau isi media komunikasi.
Banyak contoh yang dapat kita ambil dan lihat dari media-media di Indonesia. Konten media dibuat sedemikian rupa sehingga agar benar-benar menjadi kesukaan publik meski hal itu bukanlah fakta dan kebutuhan publik. Pengesahan segala cara termasuk cara licik dilakukan demi mendapat perhatian audiens yang tinggi.

Komodifikasi pekerja, seperti yang sudah digambarkan sebelumnya.
Pekerja merupakan penggerak kegiatan produksi. Bukan hanya produksi sebenarnya, tapi juga distribusi. Pemanfaatan tenaga dan pikiran mereka secara optimal dengan cara mengkonstruksi pikiran mereka tentang bagaimana menyenangkannya jika bekerja dalam sebuah institusi media massa, walaupun dengan upah yang tak seharusnya.
Dan yang terakhir adalah komodifikasi yang terjadi diantara hubungan bentuk-bentuk komodifikasi tersebut. Bagaimana sebuah iklan yang membeli air time atau ruang dalam sebuah media massa kemudian mereka mendapat peningkatan keuntungan dari iklan-iklan yang mereka pasang pada media massa. Perputaran uang-uang hasil dari berbagai transaksi yang berhubungan proses komunikasi antara media dan khalayaknya maka dianggap juga sebagai hasil proses komodifikasi.

Dalam hal ini, rating atau share adalah sebuah komoditi yang penting yang juga menghubungkan advertiser, pemilik perusahaan dan audiens yang juga sebagai konsumen dari produk-produk mereka. Maka rating menjadi sangat penting, bukan hanya untuk komoditas media tapi juga telah menjadi bagian dari tahapan-tahapan perkembangan komodifikasi komunikasi.Sedangkan hubungan yang kedua adalah bagaimana nilai-nilai yang telah dikomodifikasikan pada khalayak dapat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. 

Kemudian perubahan-perubahan dari kepercayaan masyarakat terhadap sponsorship yang bersifat private atau swasta untuk tempat atau layanan publik. Lalu penggunaan taman-taman atau tempat hiburan umum yang lebih sepi dari pada shopping mall. Dikatakan juga bahwa komodifikasi dalam ekonomi politik bukan mengenai kekuatan tapi hegemoni.Proses Alternatif dalam Kehidupan Pribadi dan Umum Proses sosial ini menurut Mosco akan menjadi proses alternative atau praktik oppositional dalam menghadapi komodifikasi dan segala yang menjadi bentuknya. Proses soaial ini dapat kita jalani kehidupan pribadi dan juga publik (umum). 

Dalam kehidupan sosial pribadi, kita akan mempunyai hubungan bersifat pribadi seperti dengan orang tua, keluarga, teman, sahabat atau mungkin pacar. Hubungan yang baik antara kita dan mereka tentunya akan memberikan banyak energy dan hal yang positif untuk kita. Dari interaksi bersama mereka kita akan mendapatkan identitas diri, nilai-nilai sosial dan hal lain dapat dijadikan sebagai pegangan dalam menghadapi hujanan informasi.

Sedangkan publik, kita akan memiliki hubungan yang lebih bersifat umum dan lebih luas. Publik juga kita kenal sebagai hubungan dengan masyarakat, kepentingan masyarakat. Selama ini riset komunikasi mementingkan kepentingan yang berhubungan dengan masyarakat, sebagai proses resistensi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia media komunikasi termasuk komodifikasi. 

Ada satu hal lagi yang tak dapat dipisahkan yakni pasar. Bukan hanya kepentingan pribadi, ataupun kepentingan publik yang menjadi perhatian tapi juga permintaan pasar. Ketiganya akan selalu bersentuhan atau mungkin berbenturan dalam setiap proses perubahan dan kemajuan dunia media komunikasi. Setiap hal akan dapat menjadi komoditas menurut pihak yang berkepentingan dan berkepemilikan baik modal maupun media.

Sumber: Mosco, Vincent. Economy Politics Media